KURANG APA





IDE- Dalam beberapa waktu ini, ada banyak hal yang membuat saya tergelitik untuk menulis. Baru sadar, kalau sudah lama saya tidak curhat diblog ini.

beberapa hari yang lalu dan bahkan hari-hari sebelumnya, saya sangat antusias untuk melihat berita-berita yang terjadi sekitar masyarakat ini. Sebenarnya, bukan beberapa waktu yang lalu, tetapi lebih dominan saya sering menskrip fenomena masyarakat saat ini. Lalu apa yang saya dapatkan, yang tak lain adalah intropeksi diri dan merenung; Ingin rasanya saya marah tetapi untuk apa, ingin rasanya saya berteriak “Celaka..” tetapi dengar- kah manusia. (mengapa?) demikan;

Saya bertanya kepada diri saya sendiri, fenomena semacam apa ini?. Saat segala hal yang baik dianggap buruk dan saat segala hal yang buruk dianggap baik. Sebenarnya, saya tidak begitu terkejut dengan hal yang satu ini. Apalagi setidaknya dulu disaat duduk dibangku sekolah, banyak dari teman-teman saya yang berkata “Waah itu sudah biasa..! memang ada manusia didunia ini yang hidup tanpa dosa?,,,”  --Greaat!— yah. Karena tentu Malu rasanya jika maling akan teriak maling. Kalaupun dia berteriak dia juga akan senasib dengannya. Seperti itulah fenomena saat ini.

Setuju juga dengan ungkapan teman saya tersebut. bahkan memang,  siapa yang bisa menjamin kesucian manusia. dimana kepemimpinannyapun masih dipertanggung jawabkan. Tetapi apakah kesempurnaan akal manusia menyebabkan mereka lalai dengan tugasnya. Apakah kekurangan manusia menyebabkan mereka menyamakan derajatnya seperti makhluk primata dibumi?. Tentu saja tidakan.

Kesempurnaan manusia itu saat mereka salah, mereka akan mengakui bahwa ia salah lalu segera memperbaikinya. Mengapa demikian? Karena itulah manusia. Akal yang mereka miliki didalam fikirannya,  nilainya tak sebanding dengan keimanan malaikat. Sehingga mengapakah kesalahan yang diperbuat, harus mereka ternak hingga beranak pinak menciptakan monster yang dapat memakan dan menghancurkan segala hal apapun yang ada didepannya. Tidakkah mereka mengerti?

Dulu saya berdiri diruang lingkup dalam tembok sekolahan. Berfikir dan mengamati apa yang terjadi, lalu merangkai didalam benak saya tentang hal ini dan hal itu. namun untuk sekarang, kini saya lebih berhati-hati. Bahwa, tak semua hal yang kita lihat adalah kebaikan yang sebenarnya. Seakan seperti bunglon yang bisa berubah warna sesuai keinginannya. Lalu kemudian dia berkata “seperti inilah saya..”. tapi, untung saja dia hanya bunglon yang kemampuannya hanyalah sebatas untuk mempertahankan diri dan mencari makan, bukan untuk menyalahi aturan dan kodratnya. Lalu manusia?

kurang apa sebenarnya manusia itu... kurang apa sebenarnya.



Comments