KATA ORANG





“kata orang sih gini”
“tapi katanya kok gitu ya”
“eh tapi, kemaren katanya begini lo”
“upss kurang tahu juga sih kan katanya..”
-IDE-


Banyak hal yang membuat kita harus jadi lebih kreatif dengan yang namanya “Kata-kata”. Entah itu kreatif berfikir, bertindak, bernegosiasi, berinterpretasi,  berkonsolidasi, dan masih banyak ber-ber lainnya yang mungkin “kata-katanya” enggak akan selesai dibahas (hah).

Baiklah, kita akan mengutarakan kata-kata yang tidak akan selesai untuk dibahas, juga sering bikin kumat-kumatan bagi para penggunanya. Karena memang, berbicara “kata-kata” adalah berbicara tentang kebutuhan dasar manusia untuk menjalani indahnya rangkaian kehidupan yang penuh bunga-bunga keresahan (eaa).

Tentang “Kata-kata” adalah sebuah manifestasi yang dimiliki oleh manusia dalam menggambarkan garis nyata peristiwa kedalam bentuk ungkapan. Untuk pengertian "kata-kata" kurang lebihnya demikian, lalu bagaimanakah dengan “katanya” seperti contoh yang ada diatas?

“Katanya” adalah bagian dari sebuah ungkapan atas suatu peristiwa yang diceritakan kembali oleh seseorang yang disebut pencerita. Dimana kebenaran, kesalahan atau kesamaran atas cerita tersebut disudutkan kepada satu orang yang dianggap layak bertanggung jawab atasnya. Maka kebanyakan dari alasan itu, ungkapan “katanya” ini biasanya akan mendasari pencerita banyak memberikan ujaran-ujaran yang tidak ada dalam cerita namun sengaja ditambahkan sendiri olehnya. Mengapa?

Karena diharapannya cerita yang disampaikan mereka menarik sedemikian rupa. Sehingga para pendengar akan senang  mendapatkan informasi tersebut ples paham dengan cerita yang kebenarannya  masih diragukan.

Maka hal inilah kemudian melahirkan kesenjangan atau ketidak sinkronan isi cerita. Karena Disebabkan si pencerita akan sedikit banyaknya menambah dan mengurangi isinya. Sehingga timbullah  keabnormalan didalamnya dan  menghasilkan cerita-cerita mis-informasi secara terus menerus dari satu cerita ke cerita lainnya. 

Pernyataan diatas pun disokong dengan prilaku si pendengar. Dimana cerita tersebut Menjadi acuan dalam menjatuhkkan hukum terhadap keadaan seseorang yang dibicarakan. Bahkan,  menganggap cerita tersebut adalah benar adanya. Tanpa perlu mengkonfirmasikan layak tidaknya cerita tersebut. Sehingga menyebabkan si tukang cerita akan  Semakin percaya diri dalam mengumbar hal-hal yang bukanlah hak dan ranahnya.  

Ditambah pula pada saat yang bersamaan,  sifat dari si pelaku "katanya" ini, kebanyakan  adalah buruk; munafik dan pecundang yaitu menganggap prilakunya baik namun tak ingin bertanggung jawab atas segala hal yang berakibat fatal dari perilaku tersebut.

Sehingga Mereka akan cenderung merasa leluasa beropini sesuka hati. Sebagai bumbu dari isi cerita mereka, dengan mengesampingkan etika dan norma. Bercerita namun tidak mempertimbangkan tepat tidaknya cerita dan nyata tidaknya dengan keadaan yang sebenarnya. (Et Eah)

Kembali pada uraian tentang si “kata-kata” dan “katanya” yang sangat panjang diatas. Maka jelas sekali bahwa kedua hal tersebut memiliki sisi yang sama dan juga berbeda.

 Sama, karena memilik peran penting dalam mengutarakan suatu peristiwa yang dialami kedalam bentuk cerita. Berbeda, karena proses yang dilakukan selama bercerita dan dampak dari hasil cerita tersebut akan berbeda pula.

Menilik permasalahan yang ditimbulkan dari si “katanya” ini,  Yaitu tercipta berita buruk. Maka Dalam hal ini, Kita akan lebih mengarahkan pembahasan kesana. Serta metode dan jurus apa saja yang semestinya dilakukan oleh seorang yang menjadi korban si tukang cerita ini. Bukan sedang ingin baper ya (dududu) Tapi memang pada nyatanya cerita yang tersebar pun sebenarnya, bukan untuk menyelesaikan masalah atau diambil hikmah. Namun lebih kepada untuk menjatuhkan harga diri seseorang dan mempermalukannya didepan yang lain.


Maka pembahasan yang seperti inilah yang akan lebih penting untuk di sampaikan. Karena sekalipun dipenuhi luka kurap atas cerita tersebut. Jika tidak mengetahui solusi apa yang tepat untuk menghadapinya. Maka percuma aje dah. Tetap saja akan berulang kembali cerita yang sama. Lebih baik membangun fikiran positif saat menghadapinya. Ketimbang meronta-ronta minta pembenaran. Karena inilah salah satu pintu yang paling elegan untuk dipilih sebagai upaya memberikan pelajaran. (Bukan ketoprakan).


baiklah langsung saja kita akan mencoba membahas hal ini. Berikut tips dan triknya bagaimana membalas hasil cerita sontoloyo tersebut, menjadi sebuah karya hidup yang menumbuhkan banyak kebaikan bagi mereka yang banyak menjadi korban (woke).






 “Memang Sebal terasi dengan yang disebut –katanya ini”. Apalagi ketika kita berada disebuah lokasi yang lebih mempercayai katanya ketimbang kata benarnya. Apalagi adanya bumbu-bumbu cinta dalam setiap cerita yang penuh dengan makna ambigu. Rasanya kepingin sekali berteriak dengan powerful didepan si katanya itu, tanpa perlu berbasa-basi.

Namun apalah daya, tangan tak panjang. Malah biasanya jika hal itu terjadi, mungkin si katanya tadi bakalan tertawa terbahak-bahak sembari berbicara “lagi waras?” (heh!). membayangkan hal itu, pasti hati akan gemas sekali dan serasa padam isi dunia ini. Saking bingung mengompres hati dan jantung. 

Namun sebenarnya, melihat permasalahan yang ditimbulkan ini. Seharusnya memang layak untuk si  tukang cerita agar lebih sadar diri, bahwa menanggung beban kesudahannya adalah hal yang tidak mudah. Tapi, karena pada umumnya si pencerita punya sudut padang berbeda. Maka hal demikian biasanya tak terfikir olehnya (sedang gabut). Bahkan jikapun itu terlintas, maka tentunya lebih memilih alasan mereka dalam melakukan hal yang demikian. Alasannya?.

Setiap manusia didunia ini, jika ingin menceritakan sesuatu tentu saja sesuai dengan tujuan yang mereka inginkan. Tidak akan mungkin, manusia bisa bercerita namun tak ada tujuan dan ujungnya. Karena sejatinya, saat manusia akan berbicara pun, maka prilaku dan jiwanya akan mengutarakan maksud dan tujuan tersebut bisanya dengan isyarat Body language atau gestur tubuh.  

Maka melihat pemahaman ini, hal yang seharusnya kita lakukan selain dari pada menguak kenyataan yang ada sambil “ngempet and gemes" mendengar hasil ceritanya.   Tetap stay at home (ups!) Tepatnya teruslah berjuang di otak yang lurus, untuk memahami dan menggali apa yang sebenarnya diinginkan oleh si pencerita dibalik cerita tersebut. Serta Apa yang mendasarinya untuk melakukan hal demikian.

karena setelah di tolerir isi otak kita, maka lambat laun kita akan mengerti apa yang seharusnya dilakukan dan jangan dilakukan (do’s and don’t). Seperti yang diutarakan oleh sahabat Ali bin Abi Tholib Ra:

“Tak perlu bersikeras menjelaskan siapa dirimu, karena yang mencintaimu tak membutuhkan itu dan orang yang membencimu tak akan percaya itu”.

maka

“cara terbaik membalas olokan orang terhadap kita adalah dengan menjadikan diri kita jauh lebih baik dari sebelumnya”


Inilah keyword nya.
Hal yang demikian harus kita terapkan kepada si tukang cabul ini (zzzzz). Karena sejatinya, Katanya hanyalah sekedar ucapan yang hanya bisa dilawan dengan bersabar dan diam. Memang banyak dampak buruk dari ungkapan ini yang membuat hati jadi meronta-ronta. Tapi sejauh berfikir dengan kebenaran, maka semua akan terselesaikan dengan semestinya dan sangat manis tanpa harus mengumbar harga teri.  Sekalipun memang mereka pantas mendapat hukuman atas ketidak normalan perilakunya.

Namun karena para pendengar biasanya juga mempercayai si “katanya” ini. Bahkan lebih mendengarkan hal itu, dari pada si pencerita aslinya. Tentu saja sudah sesuai dengan standar yang disampaikan dalam kutipan pesan diatas (podo wene).

Oleh karena itu,  kita tak perlu risau dengan segala hal yang sedang terjadi dan akan terjadi dari hasil cerita “katanya” ini. Karena sebenarnya, orang yang mempercayainya adalah orang yang sama isi kepala dan tujuannya dan yang sebaliknya tentu akan menolak. 

Jadi saya rasa kita harus woles menanggapi hal yang demikian. Karena biarkanlah si “katanya” ini berbicara sesuka hati, sibuk , bingung kesana kemari, memutar cara kanan dan kiri. Karena pada akhirnya apa yang mereka lakukan adalah; pilihan mereka, dari mereka dan untuk mereka. Sedangkan pada masanya kelompok belajar tersebut, akan jenuh dan mengakhiri cerita mereka sendiri. Tanpa disadari waktu terbuang dengan sia-sia, dan tak menghasilkan apa-apa.

Sebenarnya menjadi mereka adalah pilihan yang rugi. Baik  waktu, kesempatan, energi dan kepercayaan. Mereka melakukannya hanya karena hasrat dan nafsu atas penolakan mereka terhadap keadaan. Sehingga melakukan hal yang dianggapnya baik dan benar namun ternyata sebaliknya. Maksudnya ingin membuat diri dihormati dan dipercayai, tapi ternyata malah menjatuhkan harga diri. Karena kalaupun tidak terjadi sebaliknya, tentu hanya berlaku dikelompoknya saja yang memiliki visi dam misi yang sama. Hakekatnya kebenaran dan kebaikan tidak akan pernah bisa dibandingkan apalagi dilawan oleh kesalahan dan keburukan. Biarkanlah Waktu akan membantu menjawab, siapakah yang benar karena kita hidup di dunia yang hukumnya adalah rimba:


Kowe ra iso mlayu saka kesalahan
'Kamu tidak bisa lari dari kesalahan

Ajining diri ana ing lathi'
Harga diri seseorang ada pada lidahnya (perkataanya)'


Bumerang itu tinggal menghitung waktu kebanyakan tak pernah disadari. Bahkan biasanya mereka tak pernah mengerti dan kebanyakan tak mau mengerti akan akibat apa yang mereka dapatkan dari perilaku ini.

Sebenarnya sangat ringan sekali pemahaman ini. Seperti seorang yang berdiri dijurang yang sama dan di tempat yang sama. Namun nafsu membawa  fikir dan memberi khayalan bahwa dengan melukai orang adalah cara mendapatkan kebahagiaan dan derajat yang baik. Namun itu hanyalan angan kosong saja.

Karena Tidak akan ada orang yang selamat dari jurang dunia kecuali saling bantu membantu dengan kelebihan dan tutup menutupi akan kekurangan. Sejatinya melukai orang lain adalah melukai diri sendiri dan menjatuhkan harga diri orang lain adalah menjatuhkan harga dirinya sendiri.

Jika mereka berfikir dengan akal sehat, seperti yang saya tuliskan diatas tadi. Tentu  siapakah manusia yang akan benar percaya akan segala hal yang dilakukan dengan seorang demikian yang senang membicarakan aib orang lain? Serta Senang membuat cerita bohong dan memelintir?


Karena Jika mereka mencoba meluruskan kembali fikiran mereka, tentu hal yang dilakukannya  itu adalah usaha keras yang sia-sia. Mengapa?

Disaat waktu yang sama saat kebanyakan orang membuat karya, mereka hanya sibuk menghujat dengan cara durja.

Dilain waktu yang sama, banyak orang gila dengan pekerjaan, tapi masih ada yang tergila-gila untuk mencari kesalahan.

Banyak orang yang capek dan lelah bekerja seharian, namun ada orang yang capek dan lelah bercerita seharian. Apalagi hanya tentang aib dan aurat orang.

Banyak orang yang makan untuk menyimpan energi supaya pulang membawakan hasil. Ada orang yang makan sekenyang-kenyangnya sambil nyemil seharian, namun pulang membawa lelah dan tangan hampa.

Disana Ada orang yang lebih memilih menghabiskan otak mereka untuk kebaikan. Namun dikeadaan yang sama, ada juga yang  menghabiskan isi otak mereka dengan kebodohan dan kebohongan. Sia-sia bukan?

waktu, kesempatan, energi, dan kepercayaan. Tergadaikan seluruhnya hanya demi nafsu dan hasrat yang tidak tahu kemana akhirnya.

Dari uraian ini sebenarnya, sudah dapat menggambarkan secara nyata siapakah yang akan menjadi pemenanganya. Biarpun kedua nya di adu, sudah dapat ditentukan siapakah yang akan menuai hasil terindah pada akhirnya.

Bagi saya kita tak perlu berkeluh kesah, tak perlu banyak ikut terbawa suasana yang diciptakan dari “katanya” ini. Apalagi berdaya upaya seperti yang mereka laksanakan. Lakukan saja apa yang ingin kita lakukan, karena apa yang akan kita lakukan menentukan jawaban yang tak ingin mereka dapatkan.

Biarkan mereka berleha-leha atas anak panah yang sengaja mereka lepaskan. Karena selama kita mampu bersabar sambil menaikkan taraf kualitas diri kita, maka disaat itu pula mereka akan menelan ketidak senangan atas anak panah yang mereka lepaskan sendiri.

Hal ini sama seperti mengadu potongan besi dengan sebilah pisau. Dengan cara apapun dilakukan untuk mengadu keduanya, maka tetap saja kesabaran dari kita dan kualitas yang kita buat adalah penentu segalanya.

Sebaik-baiknya pisau dibuat dengan sedemikian rupa, tidak akan pernah bisa memotong segumpal besi sekalipun berkarat. Tanpa perlu pukulan ataupun goresan, semua pasti akan tahu mana yang pantas untuk dipilih, didengarkan, dan dihargai.

Dunia memang tempatnya bersenda gurau dan penuh ketidak pastian. Namun satu hal yang tidak akan pernah bisa dilawan oleh keduanya, yaitu siapa yang baik mereka yang berjaya dan siapa yang bersabar merekalah yang menuai hasilnya.

Selama kita berada pada kebaikan, selama itu kita akan tetap baik begitu pula dengan keburukan. Siapa darinya berada dalam keburukan maka dia juga yang akan mendapat keburukan itu.

karena sepanjang sejarah peradaban manusia, tidak ada keburukan yang mendapatkan kejayaan, seperti halnya malam yang tak mungkin mendapatkan cahaya terang benderang. Karena malam adalah gelap dan siang adalah terang. Mereka tidak akan menyatu dan tertukar sampai akhir kehidupan yang telah ditentukan.


Comments