IDE−kamu
merasa hidupnya banyak masalah? Pengen cepat selesai masalahnya dan pengen
segera dapet solusi. Tapi sayangnya, Belum juga ketemu solusi malah timbul masalah hati. Enggak sengaja, lihat teman−teman
lewat dijalan sambil motoran ngobrol cekak−cekikik asyik, buat hati tiba−tiba
kepingin brebes mili (gusti..). Mereka begitu bahagia kesana kemari wara−wiri suka−suka.
Sedang diri sendiri, masalah belum kelar satunya (sampek tumbuh bunga raflesia arnoldi),
eh udah nambah masalah baru yang enggak tahu kapan habisnya (kalau mie
ramen aja pasti udah habis dulu−dulu), kepala cenat−cenut
hati sek−sekkan, pengen ditinggal ni urusan.
Kapasitas
berfikir saat ada masalah memang tidak bisa dibohongi; Kepingin selesai,
kepingin cepet kelar urusan, kepingin cepet ada solusi dan enggak mau pusing
lama−lama.
Kalau belum selesai juga dan belum dapat solusi juga; bersedih−putus asa, merasa tidak ada
yang mau mengerti, Merasa diri paling rendah, hingga bandingin dengan sana sini.
Bilangnya kepingin seperti mereka, enak jadi mereka dan masih banyak lainnya. Lebih
akut lagi, kalau sudah merasa ingin merdeka padahal urusan belum kelar, pengennya
melarikan diri agar selesai sudah urusan dan seakan tidak akan pernah berjumpa lagi, tapi nyatanya.. (hedeuh).
Capek
dan empot−empotan
memang, melihat masalah yang silih berganti datang bertubi−tubi
bahkan bak jerawat hilang satu tumbuh seribu. Mungkin saja jika si
masalah itu dibuat daftar antrean, akan menghabiskan waktu berhari−hari
dan buku seabrek−abrek (walah). Nulisnya saja belum rampung bisa nambah
daftar baru lagi. Enggak kelar−kelar juga masalah fikiran, malah hati
sudah ambyar duluan (eling−eling).
Tapi
tahukah kalian; Boy, bang, sis, mbak, and buk−ibu, bapak−bapak
yang terhormat..!
Semua
manusia dan semua hewan melata dibumi ini sekalipun, mereka sama saja diwajibkan
punya masalah seperti ini. Enggak dia, enggak kita, enggak juga mereka semua
sama saja. Hanya saja beda tempat, waktu dan keadaan. Jangan karena melihat
temen lainnya mereka seperti ini dan mereka seperti itu, lalu menimbulkan
masalah baru didiri kita (woy, masalah bukan untuk diumbar−umbar
vroh, apalagi didongengin) mereka bisa saja begitu karena mereka bukanlah
tipical orang yang baperan, enggak kayak.... (dongdet).
Dikit−dikit
mewek, senggol dikit rapuh, jelek dikit halu, putus banyak gabut (hughug) buat hati merana tambah sengsara. Selesai masalahpun tidak, mengurangi
masalah pun sama sekali, nambah masalah ho’oh. Hasil buah tangan sendiri, mengeluh sendiri
(elus jidat).
Mengeluh
memang sudah dari sononya, sifat manusia masih orog kerjaannya begitu. Tapi itu
menjadi hal yang manusiawi, dan sudah dimaklumi makhluk dan bahkan oleh Tuhan
kita Allah subhanahuatalla yang menyindir manusia dengan kalimat ini, “manusia
mah, kalau enggak ada masalah merasa bahwa dirinya paling makmur sendiri,
sombong!” tapi giliran punya masalah bilangnya “Allah itu enggak sayang sama
aku, Dia mah pengennya aku seperti ini (ets dah merasa hina sedunia)” percaya
enggak gitu?.
Percaya
deh, Hewan saja yang tidak diberi akal juga tidak diberi kesempurnaan, mereka sama diberi ujian yaitu takdir hidup sebagai hewan, apalagi
manusia?. Manusia tentu memiliki takdirnya sendiri sebagai manusia. dimana
kadar ujiannya adalah untuk menguji kesempurnaan akal yang dimiliki. Jadi
masalah, bukanlah untuk di ratapi dan dihujat sana sini. Akan tetapi adalah
untuk diselesaikan sesuai dengan kadar yang kita miliki. Karena sejatinya
masalah yang kita miliki adalah ujian yang sudah tepat untuk dihadapi masing−masing
dari diri kita. Pedomannya "semakin berkualitas akal manusia maka semakin rumit pula ujiannya". Tapi hal ini memperlihatkan juga bahwa berkualitasnya derajat pemiliki akal dan ujian
tersebut. Karena pada dasarnya, ujian diberikan karena dia lah yang mampu menyelesaikan masalah dan urusan tersebut, only him (kok bisa). Ya iyalah, nyatanya masalah dihadirkam bukan untuk orang lain tapi untuk dia. Gambaran tepatnya seperti ini;
"ujian anak SD tentu akan berbeda dengan ujian anak SMA dan apalagi dengan ujian anak kelas atas, sekelas UNIVERSITAS. Karena enggak mungkin dong ujiannya nyampur sana sini ataupun kebalik-balik (kecuali kalau gurunya buat soal sambil tiduran, oops!). Poin demikianpun akan berlaku sebaliknya".
"ujian anak SD tentu akan berbeda dengan ujian anak SMA dan apalagi dengan ujian anak kelas atas, sekelas UNIVERSITAS. Karena enggak mungkin dong ujiannya nyampur sana sini ataupun kebalik-balik (kecuali kalau gurunya buat soal sambil tiduran, oops!). Poin demikianpun akan berlaku sebaliknya".
Karenannya
wajar kalau manusia punya banyak masalah. Apalagi ditambah manusia memang
memiliki banyak peran ganda di aspek kehidupan seperti religi, sosial, dan cultural. Dimana ke−Semuanya
ini harus diperankan dengan baik dan benar, sebaik dan sebenar jalan tol. Walau
kenyataannya, sering saja manusia mbulet cari alasan sendiri alias ngelestss bok!. Juga banyak yang mbelot−mbelot buat lintasan
sendiri alias mlipir−mlipir (wew!), But keep back to
rute!.
Jangan
bersedih untuk menjalani semuanya walau terkesan sendiri. Masalah diciptakan
bukan untuk dihakimi dan buat hidup berantakan. Masalah adalah untuk meng−educasi
kehidupan dan beri kematangan berfikir. Contohnya saja yang terlihat pada sifat dan sikap saat dan sesudah memiliki masalah,
tentu saja akan berbeda. Dulu yang sifatnya misalkan terlalu kekanak−kanakan
maka setelah memiliki masalah, jauh lebih dewasa dan bijaksana. Dulu misalkan
sifatnya sering menyepelekan (perasaan), maka setelah ditimpa masalah lebih
peka dan bahkan tahu caranya menghargai seseorang, serta masih banyak hal baik lainnya.
Penulis
jika disuruh memilih antara dua pilihan yaitu memiliki masalah dengan
konsekuensi memahami hidup atau tidak memiliki masalah dengan
konsekuensi tak memahami hidup, pilih yang mana?. Jujur penulis lebih
memilih tidak memiliki masalah dan
konsekuensi memahami hidup (wkwk). But guys, pilihan ke tiga dengan space hidup didunia, mana ada!!!. Bagaimana tidak? yang se−Mulia Nabi Muhammad
Salallahualaihi wassalam saja di uji kehidupan beliau, apalagi kita (What!).
Maka
jawaban tepat bagi penulis tentang pilihan tersebut adalah agama kita telah
mengajarkan bahwa “tidak akan Tuhan kita (Allah) merubah suatu kaum, sapai
mereka mau merubah dirinya sendiri” statement ini sudah mengandung bobot
tekanan Bathin (ok) dan tentu saja opsi yang sudah bikin hati empotan−empotan (em). Tapi tentu saja Allah Subhanahuata’alla yang Maha Haq lagi Maha Memudahkan, memberi
jawaban kepastian yang akan terjadi jika kita lebih memilih opsi tersebut yaitu “
sesungguhnya setelah kesulitan ada kemudahan”.
Maka
melihat kedua pemahaman yang ada diatas dapat dipahami bahwa, memang hidup itu
adalah tentang permasalahan. Dengan kita hidup saja sudah bermasalah apalagi
menjalaninya, makanya sebanyak−banyaknya masalah menurut kita, tetap kita harus keep going on and don’t worry be happy always.
Tetap mengayuh sepedah yang kita kendarai meskipun bebannya sangat berat. Tapi jangan lupa, setiap perjalanan membawa nilai dan keindahan dan juga diwaktu depan pasti, kita akan sampai ditempat yang ingin di tuju.
Tetap mengayuh sepedah yang kita kendarai meskipun bebannya sangat berat. Tapi jangan lupa, setiap perjalanan membawa nilai dan keindahan dan juga diwaktu depan pasti, kita akan sampai ditempat yang ingin di tuju.
So
jangan menghitung berat kecilnya masalah, tapi hitunglah seberapa kuat dan cerdasnya
kita dalam menyelesaikan masalah tersebut. semakin baik masalah terselesaikan
maka akan sebaik dan sepandai itulah sebenarnya kita. Syukuri dan hadapi, karena
masalah hadir untuk diselesaikan bukan diratapi.
(I dont know)
Comments
Post a Comment
Berkomentarlah yang baik