THE JUDGEMENT



“Don’t judge a book by its cover”

IDE Sering mendengar kalimat ini bukan?
Kalau Saya sendiri sering sekali. Apalagi kalimat tersebut selalu diperdengarkan oleh beberapa publik figur dan temanteman lainnya dalam suatu kesempatan utamanya dimedia sosial mereka pribadi. Yaitu saat mereka Sering berbicara dan menanggapi suatu objek yang aneh dengan mengucapkan kalimat yang demikian. Sehingganya memang tidak asing lagi terdengar bagi saya (umumnya pun kalian) Atau bahkan lebih kepada familiar.

Melihat itu pun, bagi saya suatu hal yang patut di berikan aplouse. Karena banyak juga publik figure yang selain disebutkan diatas yaitu memberikan contoh yang baik, banyak masih diantaranya memberikan contoh sebaliknya yaitu buruk. Maka dari itu, ketika kalimat ini diperdengarkan diantara mereka maka ini akan menjadi good mentalism of public figur yang patut diapresiasi. 

Keberanian dalam mengutarakan kebenaran dari pada kebodohan. Memberikan teladan attitude dalam bersosial dan bermasyarakat dengan baik dibandingkan dengan keegoisan dan keperluan pribadi yaitu si publik figure itu sendiri, adalah suatu hal yg baik untuk ditiru. 

Karena melalui hal yang demikian, bagi saya pribadi adalah hal yang sangat membantu sekali  dalam mengingatkan untuk berhaluan hidup yang lebih baik. Yaitu menjadikan kalimat ini sebagai prinsip bahwa  “Dot’t Judge...!!” sesuatu yang belum kamu tahu secara mendalam tentang hal tersebut “by its cover”, hanya dengan melihat diluarnya saja alias sampulnya.

Adapun memang disadari, Kalimat ini belum lama trending dan diucapkan dikaula anak  muda saat ini. Apalagi mengingat sebagian hal pula Diucapkan oleh para tokoh yang menjadi acuan mereka. Sehingga dalam memahami kalimat ini pun akan sangat cepat dimengerti. Walau sebenarnya Memang, kalimat ini seharusnya lebih penting ditanamkan di era saat ini. Dimana  tingkah laku manusia yang mulai bergeser dari kebaikan yang dianggap asing kepada keburukan yang dianggap lucu dan asyik. Maka sangat patut sekali jika kalimat ini menjadi penawar atas perilaku tersebut.

Dalam dunia sosial dan berteman, tentu sering kali kita melihat fenomen yang demikian. Yaitu  alasan dari mengapa kalimat ini diperdengarkan. Lebih spesifiknya yaitu mereka yang berbicara dengan sesuka hatinya tanpa menimbang baik dan buruknya ucapan yang diberikan. Berteriak semaunya karena bagi mereka kenyataan lebih diutamakan dari pada kesopanan dan kemarwahan. Serta masih banyak fenomena lainnya yang terus menerus hilang dari jiwa kebaikan manusia.  Sehingga lahirlah kalimat demikian dibeberapa khalangan yang menyadari betapa toxic nya perilaku tersebut.

Men−judge seseorang hanya dengan satu pandangan mata tentang moral, materil, dan fisik. Bagi saya Sangat tidak etis, bahkan terlalu cepat dan terlalu mudah sekali seorang melakukan hal demikian. Karena menyimpulkan dengan cara tersebut, bukanlah hal yang bisa memperbaiki urusan. Namun malah bisa sebaliknya (kekonyolan haqiqi) yaitu menyimpulkan diri manusia yang begitu rumit dipahami Hanya dengan satu pandangan saja. Sungguh hal yang niscaya dapat mewujudkan kesimpulan yang baik.

Sekali lagi, Hal demikian benar−benar Adalah tindakan yang tidak etis. Mengapa?.

Bisakah seorang menyimpulkan orang lain yang berada dihadapannya adalah baik, sedangkan mengenalnya saja baru beberap hari yang lalu. Bisakah seorang mengatakan sifatnya itu buruk, sedangkan menyempatkan untuk memahami saja tak ada waktu. Serta yang Lebih confrontable lagi adalah bagaimana seorang begitu jijik atas diri orang lain, sedangkan terhadap dirinya pun tak memahami apa yang lebih menjijikan dari itu. bukankah itu konyol?

Seperti kalimat bijak lainnya yang juga  mendukung kalimat diatas tersebut:

 “Kita tidak pernah tahu dan tak pernah akan mengerti apa yang ada didalam lautan sana, karena memang Kita tak pernah menyelami dan tak mau tahu apa yang ada didalam lautan tersebut”. 

Maka dari sebait kalimat diatas, kita dapat ambil banyak hikmah bahwa "berhentilah menaksir atas sesuatu yang dianggap diri sendiri tidak menarik. Karena diam akan jauh lebih baik untuk menyelamatkan orang lain serta diri sendiri, Dibandingkan dengan berbicara diluar nalar." 

Karena Menaksir itu berarti ada dua kemungkinan yaitu; jika salah adalah fitnah dan jika benar adalah adu domba. Maka dari itu ucapkan kalimat yang baik atau diam saja.

Pernah suatu Hari, Banyak saya jumpai seseorang yang tersenyum semringah dalam urusan menjudge orang lain atau hal lain yang tidak disukainya. Namun dikemudian hari, tak disangka mereka menangisi atas apa yang telah diucapkannya dengan penyesalan. 

Maka karena itu satu hal yang kemudian dapat saya pahami dari peristiwa tersebut  yaitu "please Caring your self guys!". Kita tidak pernah tahu apa yang telah ditakdirkan Tuhan pada hal yang di ciptakan−Nya. Sama seperti, ketika kita tidak pernah tahu hukuman Tuhan atas ucapan yang diberikan seseorang terhadap orang lain.

Karena Dalamnya luka−menganga dapat disembuhkan dengan mudah, tapi dalamnya luka-lara tak pernah bisa dimengerti kecuali oleh pemiliki hati dan yang yang menciptakannya.

Karenannyalah, berhentilah bermain−main atas dasar ke rasionalan sehingga mendapatkan yang irasional. Karena hidup didunia tak sepandai berbicara didepan podium dan menerka−nerka yang ada didepannya. Pada Saatnya kita akan berada diatas podium atau berada didepannya atau bahkan dibelakangnya. Kita tidak akan pernah tahu dan mengerti, bagaimana dan kapan saatnya Tuhan menempatkan kita pada posisi−posisi tersebut.

Kita hanya perlu berusaha dan memahami bahwa Tuhan menciptakan banyak hal dan berbagai hal adalah untuk saling melengkapi. Bukan untuk memperolok−olok dan ditertawai. Berhentilah bertindak kosong atas hal yang tidak perlu untuk dilakukan.

Hakekatnya, hal yang paling harus diperhatikan dalam kalimat tersebut adalah :

“Sampul buku bukanlah satu−satunya sumber yang bisa menentukan seberapa berkualitaskah isi didalamnya. Karena banyak orang pandai menempatkan kepandaiannya untuk memilih isi buku, bukan sampulnya”.







Comments